Monday, February 21, 2011

Produser Film Mancanegara Embargo Indonesia

Penggemar film di Indonesia kecewa karena sejak Kamis 17 Februari 2011 Motion Pictures Association (MPA) selaku distibutor film-film produksi Hollywood , mengembargo Indonesia, sehingga sejak itu tak ada lagi film-film produksi mereka yang diputar di Nusantara.

Menurut Hanung Bramantio, sutradara yang sukses menggarap 'Ayat-ayat Cinta', jika di Indonesia tak ada lagi film impor, bioskop-bioskop lokal tak punya pendapatan, dan itu berarti mereka akan.

"Lalu film nasional mau tayang di mana?" katanya saat berbincang dengan VIVAnews.com, Sabtu (19/2/2011).

Namun demikian diakui, lenyapnya film-film impor dari bioskop Indonesia akan dapat mendorong industri film dalam negeri untuk lebih baik lagi, hanya saja, film Indonesia masih banyak yang tidak berkualitas. Meskipun ada, jarak produksi antara satu film yang berkualias dengan film berkualitas yang  lainnya sangat lama. Jarak kemunculan antara film Laskar Pelangi dengan Sang Pemimpi saja butuh waktu satu tahun.

"Nah, sekarang persoalannya, siap tidak Indonesia membuat karya dengan kualitas seperti Hollywood?" katanya.

Namun anggota Komisi Pendidikan, Kesenian, dan Kebudayaan DPR RI, Hanif Dhakiri, meminta masyarakat tak perlu kawatir atas embargo itu. "Tak usah takut, kita (Indonesia dan para produsen film luar negeri-red) sama-sama butuh, kok," ujarnya kepada VIVAnews.com.

Hanif menilai, tindakan pemerintah menenaikkan pajak bea masuk untuk film-film asing justru sebagai salah satu upaya mendorong industri film dalam negeri agar mampu bersaing. "Jika kenaikan itu sebagai kerangka menopang industri film lokal, itu sah-sah saja," dia.

Aksi embargo para produsen film mancanegara dilakukan dilakukan karena sejak awal Januari 2011 mengenakan pajak atas film impor lebih tinggi dari sebelumnya. Kenaikan terjadi karena pajak royalti dan bagi hasil yang termasuk dalam elemen pajak atas film inpor, dinaikkan.

"Jadi tidak ada kebijakan atau peraturan baru terhadap film impor, dan tidak ada kenaikan tarif bea masuk," ujar Direktur Teknis Kepabeanan Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan Heri Kristiono dalam Keterangan Pers di Kantor Pusat Bea Cukai, Jalan Ahmad Yani, Jakarta, Senin (21/2/2011).

Menurut Heri, pengenaan penambahan royalti ke dalam nilai pabean film impor sudah sesuai dengan WTO valuation Agreemennt yang sudah diverifikasi dengan UU Nomor 7 Tahun 1994 dan diadopsi pada UU Nomor 10 Tahun 1995 yang telah diubah dengan UU Nomor 17 Tahun 2006 tentang kepabeanan yang mengatur tentang nilai pabean.

Heri juga menegaskan tidak ada kenaikan tarif bea masuk. Selama ini film impor diklasifikasikan dalam HS Code 3706 dengan pembebanan tarif Bea Masuk (BM) 10 persen, PPN Impor 10 persen, dan PPh pasal 22 impor 2,5 persen.

Sedangkan untuk pengenaan bea masuk royalti, baru dikenakan setelah Ditjen Bea Cukai melakukan re-assesment berdasarkan empat surat referensi. Pertama rapat interdept tim harmonisasi yang dihadiri pimpinan Badan Pertimbangan Perfilman Nasional (BP2N) yang menyatakan bahwa permasalahan selama ini adalah perhitungan pabean untuk impor film hanya didasarkan pada harga cetak copy film, belum termasuk royalti dan bagi hasil.

Kedua Surat BP2N kepada Dirjen Bea Cukai Nomor 2882/BP2N/III/2010 perihal permohonan penetapan nilai pabean film impor esuai dengan nilai yang berlaku. Alasannya, pajak yang dikenakan terhadap film nasional selama ini lebih tinggi.

Alasan lain adalah data website Mojo Film Box-Office yang menunjukan hasil peredaran dari sebagian film impor yang dibayarkan pada produsen (52 judul film untuk periode April 2009 - Feruari 2010 mencapai US$60 juta setara Rp. 570 miliar.

Ketiga, surat Dirjen Perdagangan Luar Negara kepada Ketua BP2N Nomor 121/DAGLU/4/2010 yang menyatakan bahwa ada faktor keunikan film yang mengandung hak atas kekayaan intelektual sehingga penetapan nilai pabean tidak sekadar menggunakan patokan metrik rata-rata film sebesar US$0,43 per meter.

Keempat, surat dari BKF kepada BP2 perihal pemberian insentif fiskal bagi industri perfilman nasional dan penetapan nilai pabean atas film impor yang menyatakan penetapan nilai pabean bukan merupakan kebijakan.

Dengan dasar pertimbangan tersebut, Bea Cukai lalu melakukan re-assement dimana prosedur pemasukan barang impor sesuai UU tersebut menganut prinsip-prinsip self assessment. Dalam pemberitahuan pabeannya, importir hanya memberitahukan biaya cetak copy film tanpa memasukan royalti ke dalam nilai pebeannya, sehingga Bea Cukai menambahkannya ke dalam perhitungan nilai pabean.

Heri juga menambahkan saat ini pihak Bea Cukai masih menunggu laporan secara tertulis dari pihak Motion Picture Association (MPA) untuk menjelaskan hal-hal yang menjadi perhatian dari distributor film asal Amerika Serikat itu.

No comments:

Post a Comment